Kisah Anak Bangsa Kita di Zaman Lampau

Penulis: Kusnadi Nur Alim

Novel Anak Semua Bangsa (1980), merupakan bagian ke-2 dari roman tetralogi Pulau Buru karya Pramodya Ananta Toer. Tiga novel lainnya adalah Bumi Manusia (1980), Jejak Langkah (1985), dan Rumah Kaca (1988), yang diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Hasta Mitra.

Novel ini merupakan novel lanjutan dari Bumi Manusia. Di mana yang sudah sedikit saya singgung pada tulisan yang sebelumnya. Di dalam buku ini banyak hal-hal menarik yang perlu dibahas dan dibicarakan. Salah satunya adalah langkah perjuangan dari Minke “Raden Mas Tierto Adhie Soerjo” itu sendiri selaku tokoh utama yang berperan sangat-sangat penting dalam langkah perjalanan bangsa Indonesia ini.

Pembahasan di dalam buku yang kedua ini adalah di mana secara tidak langsung adalah bentuk pendalaman tokoh dari sosok Minke. Di novel ini juga menjelaskan bagaimana pabrik gula yang ada di Jawa Timur merupakan salah satu hal yang diobservasi oleh Minke itu sendiri.

Yang disorot adalah bagaimana pekerjaan Minke itu sendiri sebagai jurnalis. Yang secara tidak langsung seorang jurnalis pada saat itu bisa di sebut benar-benar berbahaya, karena yang ditulis dan dimasukan berita adalah berita milik orang Eropa, yang notabene adalah musuh besar bagi rakyat Indonesia (pribumi).

Bukan hanya itu saja, hasil observasi di dalam buku ini juga merupakan suatu yang penting untuk kita lihat dan kita kaji pada saat ini. Salah satu contoh yang dapat diambil adalah ketika orang yang berada dalam kedaan kurang mampu, secara tidak langsung dia bekerja di situ untuk Belanda dan juga untuk keluarganya.

Orang-orang yang bekerja untuk keluarganya dan juga untuk pemerintahan Belanda ini, dia bisa dibilang orang yang beruntung. Kenapa beruntung? Karena tidak semua orang bisa masuk di dalam pabrik milik Belanda itu. Bahkan pada saat itu juga masih banyak sosok pribumi yang bekerja disawah milik pribadinya hanya untuk menyambung kehidupanya.

Sangat susah untuk menjadi jurnalis pada saat itu. Hanya beberapa orang, bahkan cuma 1 diantara 1-10 orang. Karena pekerjaan jurnalistik ini juga membutuhkan imajinasi yang cukup kuat dan tepat. Sama halnya juga imajinasi, data yang digunakan untuk melakukan sebuah tulisan harus tepat dan akurat seseuai keadaan saat itu.

Pena seorang jurnalisi dapat menginspirasi banyak orang. Pena itu yang membuat pemikiran orang teerbuka. Tepatnya pemikiran orang-orang pribumi yang pada realitasnya terbatas tidak seperti pemikiran orang Eropa totok dan juga indo (pernikahan silang antara Pribumi dan juga Eropa totok)

Di dalam pekerjaan jurnalistik, pena bisa dianggap sebagai alat untuk menggerakan hati, dan pikiran pembacanya. Di dalam kepenulisan yang menarik dan mudah untuk dipahami, pena seorang jurnalisitik itu ibarat sihir untuk melakukan suatu perubahan yang besar untuk keadaan pada saat itu. Bahkan, seorang jurnalis benar-benar mempertaruhkan nyawanya untuk tulisan itu tersebut.

Berbahanya Pena Minke

Pena seorang Minke bener bener bisa dibilang berbahaya pada saat itu. Kenapa bisa dibilang berbahaya? Apa yang membuat pena Minke berbahaya? Dan apa yang dituliskan oleh pena Minke itu sendiri?.

Berbahayanya pena seorang Minke dapat dijumpai ketika dia menuliskan suatu keadaan realitas yang diderita oleh pribumi. Ia menuliskan penindasan yang dialami oleh bangsanya itu. Bangsa yang terlalu ketinggalan oleh bangsa lain, dan juga bangsa yang dimanfaatkan oleh Belanda untuk kepentingan Belanda itu sendiri.

Yang paling disorot adalah ketika minke menuliskan kisah tentang pabrik gula yang ada di daerah Jawat Timur. Beliau menuliskan tentang keresahan yang dialami oleh warga setempat tentang penindasan, dan juga perampasan tanah, bahkan sampai pembakaran di lahan milik warga itu sendiri.

Di tulisan Minke ini juga, beliau menuliskan berdasarkan apa yang dialami di daerah tersebut. Tepatnya observasi terhadap bangsanya sendiri. Yang kita lihat ketika di novel sebelumnya Minke sebagai orang yang mengangungkan Eropa yang berpikiran modern. Tetapi ketika dia melihat realitas nyata, dia mulai berpikir dan bahkan berubah menjadi 180 derajat.

Novel kedua ini pada hakikatnya merupakan suatu analisis kritis terhadap apa yang menyengsarakan kehidupan begitu banyak orang. Digambarkan juga bahwa Pram menuliskan buku ini untuk mebuat kita kritis, dan juga tidak terpaku terhadap kehebatan bangsa lain yang sangat diagung-agungkan itu.

Apabila dalam Bumi Manusia pemikiran tokohnya baru terbatas pada individu, di dalam Anak Semua Bangsa ini, kita melihat banyak penderitaan rakyat yang terjajah. Dan di dalam novel ini juga membuka banyak tentang fikiran minke tentang rakyatnya.

Penderitaan yang dialami oleh Minke ketika meninggalnya Annalies itu merupakan suatu penderitaan yang kecil, dan penindasan di Jawa Timur merupakan masalah besar dan juga tugas seorang terpelajar seperti minke untuk membantu bangsanya untuk terbebas dari kesengsaraan, penindasan, keterbelakangan bangsa ini

Hal positif yang dapat diambil di dalam novel ini adalah kita sebagai pribumi pada saat itu harus sadar, dan juga harus berani melawan apa yang di anggap tidak benar. Pribumi harus berani mengambil keputusan dikeadaan apapun itu. Ketika kita tidak bisa mengambil keputusan, disitulah kita sebagai pribumi akan tetap bergantung kepada Eropa totok dan negara indonesai kita tidak bisa hingga saat ini.

 

Judul buku                        : Anak Semua Bangsa

Pengarang                         : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit                             : Lentera Dipantara

Tahun terbit dan Cetakan : Cetakan ke 13, September 2011

Jumlah Halaman               : 539 Halaman

 

Kusnadi Nur AlimMahasiswa UIN Sunan Kalijaga dan kader PMII Yogyakarta. Bisa ditemui di: Facebook; Kusnadi Putra Sarpan, dan Instagram; centiniii_

Tinggalkan komentar