Jiwa Seorang Sufi

Mainmain – Imam Junaid pernah berkata bahwa Tasawuf adalah “Allah menjauhkanmu atau mematikan dari dirimu sendiri dan menghidupkanmu di dalamNya” jadi seorang Sufi itu berarti menepikan dirinya dan menghidupkan Allahnya.

Seandainya kamu bayangkan dalam dirimu itu ada 2 tombol, yang satu kalau di klik terus lagunya nyanyiannya dunia, yang satu kalau di klik yang lagunya lagu Ilahi Ketuhanan. Orang sufi itu yang di klik yang ketuhanan, jadi hidupnya hidup ala Ilahi tidak ala manusiawi.

Apa kayak gitu manusiawi min? kan tadi disebut tidak ala manusiawi, tapi ala ilahi? Loh min, Normalnya manusia hidup di dunia dengan gaya dunia dan dengan model dunia. Ndak apa-apa Kamu hidup di dunia dengan mode dunia tapi orientasinya Ilahi.

Apapun yang kamu lakukan, apapun yang kamu kerjakan ya memang medianya media duniawi, perangkatnya perangkat duniawi, modalnya duniawi tapi arah tujuan targetnya harus ilahi.

Membaca tulisan ini kan duniawi, kamu butuh baju kamu butuh handphone kamu butuh kamu butuh kuota kamu butuh laptop, butuh wifi, ini kan duniawi semua. tapi barang-barang duniawi ini, kita ajak untuk mengilahi, untuk merohani.

AJAKAN UNTUK MEROHANI

Misalnya kalau kopi itu kamu ajak begadanag nonton sepak bola, nah itu kamu ajak duniawi, tapi kalau kopi kamu jadikan media untuk begadang mendekatkan diri pada tuhan, entah beribadah dengan cara sholat atau membaca-baca artikel yang meningkatkan kualitas keimananmu, maka kamu ajak dia merohani. Kalau motormu kamu ajak jalan-jalan ke mall ya dia sedang menduniawi tapi kalau kamu ajak ke masjid untuk jamaah, dia kamu ajak untuk mengilahi.

Nah, hidupnya seorang Sufi itu seluruh aspeknya dibawa untuk hidup di dalamNya. itulah yang disebut mengilahi. Kalau kalian nanti belajar mengolah rohani mengilahi jiwamu akan tertempa di ilustrasikan di kalimat dibawah.

Jadi tasawuf itu menempa jiwa, katanya Imam Junaid kita tidak menjalankan tasawuf dengan banyak bicara saja “Qila wa qola” atau “alqil wal qol” kita kan senang belajar tasawuf kadang-kadang kita mimpi pengen jadi Sufi terus punya Karomah apa, terus kita menaklukkan orang, bisa menyembuhkan orang, macam-macam cita-citamu tapi kebanyakan hanya “Qila wa qola”, kita hanya wacana, kalau pas bahas sufi kayak gini bayanganmu, “wah… sudah sufi aku ini” tapi nanti pas selesai membaca, kembali lagi seperti biasa.

Maka katanya Imam Junaid, kita tidak menjalankan tasawuf dengan banyak bicara saja. Makanya beliau tidak cocok dengan sufi yang agak mbulet, agak rumit, agak dengan teori macam-macam, filosofi macam-macam, dah praktek saja sudah. Tapi orang sufi menurut imam junaid itu melakukannya dengan lapar, maksudnya puasa meninggalkan senang-senang di dunia, kelezatan dunia dan melepaskan segala hal yang menyenangkan dan indah, karena tasawuf adalah kemurnian hubungan dengan Allah yang dasarnya menghindari kesenangan dunia.

BUKAN SEKEDAR TEORI, TAPI PRAKTEK

Sufi itu hidup di dalam Allah dan praktekkanlah, jangan cuma diteorikan. Itu tuntunan dari Imam Junaid. Kalau sukses di situ nanti lahir Islam yang rahmatan lil alamin. Kaum Sufi adalah seperti bumi, semua kotoran dicampakkan kepadanya namun tidak menumbuhkan kecuali segala tumbuhan yang baik.

Bumi itu kan tempat sampah yang sejati, kamu buang sampah ya ke bumi, melakukan yang jelek-jelek ya di bumi, tapi bumi selalu memberikan yang baik-baik. Dia memberi tumbuhan yang baik-baik, makanan kita sumbernya sebagian besar dari bumi.

Jadi karakternya sufi yang pertama, meskipun banyak kotoran diberikan padanya, selalu yang baik-baik diberikan. Kalau ada orang mencaci maki kamu dan kamu balesnya juga mencaci maki, ya berarti kamu normal dan bukan sufi. Kalau sufi diberi yang jelek, yang dikembalikan yang baik-baik. Simbolnya bumi.

yang kedua, simbol bumi yang lain berarti apa? Diinjak orang soleh maupun orang munafik, dia tetap stabil. Sebagaimana mendung dia juga memayungi segala yang ada, seperti air hujan dia mengairi segala sesuatu. Jadi jiwanya Sufi itu stabil. Diinjak orang sholeh ya biasa, diinjek orang munafik jika biasa, bumi itu kan nggak pilih-pilih. Kan nggak mungkin orang munafik menginjak bumi terus bumi bilang “ndak mau ah diinjak” tetep silahkan siapa yang butuh menginjak.

Kayak mendung juga begitu, mendung itu kan dia menaungi siapapun, dia tidak pilih-pilih. Air juga begitu, hujan kan juga begitu. Hujan ya semua dikasih air, ndak kok “wah ini orang kafir, ndak usahlah, terus tidak kena hujan kan ya nggak” semuanya juga kena. Jadi itu yang disebut rahmatan lil alamin. Dia jadi rahmat bagi siapa pun tak pilih-pilih.

Kalau kalian nyampek level Ini, Jiwamu sudah jadi jiwa sufi, analoginya simbolnya bumi. Diberi kotoran bermacam-macam balasannya yang baik-baik, diinjak siapapun diperlakukan sama. Siapapun dinaungi. Kalau mau memberi nggak pilih-pilih semua diberi yang baik-baik. Itu simbolnya bumi

Yang ketiga jika engkau melihat seorang Sufi menaruh kepedulian pada penampilan lahiriyahnya maka ketahuilah wujud ilahiyahnya rusak. Kalau dua yang atas paragraf itu menunjukkan jiwa Sufi “hati-hati” yang ketiga ini jiwa bukan sufi. Orang yang sibuk dengan penampilan lahiriyah. jadi orang yang sibuk dengan hal-hal yang duniawi yang kelihatan. Kalau sudah sibuknya itu, berarti batinya rusak.

Apa nggak Boleh Pakai baju yang bagus, pakai baju yang pantas, yang sopan? Boleh…, tapi jangan sibuk di situ, kalau yang kamu sibukkan hanya itu, nah itu ciri-ciri batinya sudah rusak. Jadi jiwa sufi itu berarti selalu menaungi, membantu siapapun, memberi yang baik pada siapapun dan tidak sibuk dengan hal-hal lahiriyah (atribut-atribut duniawi) kalau kalian punya kualifikasi ini berarti jiwamu jiwa Sufi.

Tinggalkan komentar