Pemilik koperasi taruh pinjam (KSP) Indosurya, Henry Surya, pada akhirnya membuka suara berkaitan kasus yang menerpa koperasinya. Dia menentang semua berita yang tersebar ialah tidak tepat.
Sudah diketahui, kasus Indosurya mengambil alih perhatian khalayak. Ribut koperasi ini bahkan mendapatkan perhatian langsung dari Menko Polhukam Mahfud MD sampai Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mahfud minta faksi kepolisian untuk buka kembali kasus Indosurya sebelumnya setelah pemilik koperasi ini dijatuhi vonis terlepas oleh pengadilan karena dipandang kasus itu ialah perdata bukan pidana. Sementara, Jokowi minta Kewenangan Jasa Keuangan (OJK) untuk memaksimalkan pemantauan di industri jasa keuangan agar kasus Indosurya dan kasus jasa keuangan yang lain tidak terulang lagi.
Lalu, bagaimana pembelaan Henry Surya?
Sangkal Jumlah Rugi Rp106 T
Henry menerangkan jika jumlah rugi anggota tidak sejumlah Rp106 triliun. “Meskipun telah keluar [dari tahanan] masih tetap kita harus ingin bertanggungjawab ke anggota-anggota KSP Indosurya yang sekitaran 6000. Dan angkanya, kemungkinan saya ingin terangkan sedikit semestinya telah diterangkan oleh Kemenkop, Kepolisian, angka rugi itu Rp16 triliun,” tutur Henry pada pertemuan jurnalis di Grha Surya, Jumat (17/2/2023).
Kuasa hukum Henry, Susilo Ari Wibowo juga menjelaskan jika jumlah Rp 16 triliun sendiri berdasar hasil audit forensik. “Bukan angka yang diada-ada . Maka jika ada Rp 106 triliun berkembang kemanapun, angka ini telah disebutkan di persidangan, ada pula Rp 240 triliun. Tetapi sebetulnya Rp 16 triliun,” tuturnya.
Sangkal Jumlah Korban 23 Ribu
Henry menjelaskan jumlah anggota yang alami rugi tidak capai 23.000. Angka 23.000 ini dikarenakan oleh banyak data anggota yang tidak benar.
“Berkenaan Rp 106 triliun dan 23.000 anggota tidak betul, karena banyak dobel-dobel. Misalkan seseorang dipandang dua, karena ada nama istri atau nama anak,” tutur Henry.
Sementara, Kuasa hukum Indosurya Soesilo Aribowo mengutarakan sekarang ini tidak berhasil bayar Rp 16 triliun. “Bukan Rp 106 triliun, seperti yang telah disidangkan Rp 16 triliun. Jumlah anggota bukan 23 ribu, tetapi 6.000-an seperti yang tercatat di PKPU,” katanya dalam pertemuan jurnalis di Grha Surya, Jumat (17/2/2023).
Angka Rp 16 triliun sebagai hasil audit forensik. “Bukan angka yang diada-ada . Maka jika ada Rp 106 triliun berkembang ke manapmana, angka ini telah disebutkan di persidangan, ada pula Rp 240 triliun, tetapi sebetulnya Rp 16 triliun,” tutur ia.
Ranah Pidana
Menurut Susilo, semenjak awalnya dia melihat kasus ini sebagai kasus perdata. Saat KSP Indosurya melalukan tidak berhasil bayar dan digugat bangkrut, Henry Surya sudah ajukan penangguhan kewajiban pembayaran hutang (PKPU).
Dengan ajukan PKPU, Henry harus membuat gagasan pembayaran. Saat kesepakatan itu telah dilaksanakan, karena itu telah masuk ranah perdata. Sehinggat, kata Susilo, tidak dapat diserta-mertakan tuntutan pidana.
“Karena bentuk perusahan ada, pinjam pinjam terjadi, pengembalian terjadi. Walau belum seutuhnya,” ujarnya.
Sangkal Praktek Shadow Banking
Salah satunya dari team kuasa hukum, Andy Putra Kusuma menentang ada praktek shadow banking. Dia menjelaskan jika pengumpulan dana koperasi itu telah sesuai UU Perkoperasian.
Dan shadow banking atau bank gelap itu ditata pada pasal 16 juncto pasal 46 UU Perbankan. Di mana pada dasarnya diterangkan jika faksi yang kumpulkan dana dari warga harus bisa ijin dari Bank Indonesia atau Kewenangan Jasa Keuangan (OJK).
“Tetapi sebetulnya pasal 16 itu dalam UU Perbankan tidak stop di sana. Itu ada pengecualiannya. Itu kecuali pada beberapa pihak atau lembaga-lembaga yang penghimpunan dananya ditata dalam UU yang lain. Nach koperasi ini penghimpunan dananya ditata tertentu dalam UU Koperasi,” tutur Andy.
Maka kata Andy, koperasi taruh pinjam bisa lakukan pengumpulan dana dari warga. Dia menjelaskan proses warga tergabung sebagai anggota, sama seperti dengan saat warga jadi nasabah dengan simpan uangnya di bank.
“Tersebut sebetulnya penghimpunan dana yang sudah dilakukan Indosurya. Tetapi jika disebutkan jika itu shadow banking, itu tidak betul karena pemgumpulan dana ditata dalam UU tertentu,” paparnya.