Manusia: Penyumbang Dosa Jariyah Terbesar di Bumi

Penulis: Rohmatu Ma’rifah

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلئِكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الاَرْضِ خَلِيْفَةٌ…

Q.S Al Baqarah ayat 30

Manusia hidup di bumi dua puluh empat jam beraktivitas. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, tak mungkin bila tak meninggalkan jejak. Bukan jejak digital seperti story WA (SW), postingan maupun reels instagram, dan sebangsanya yang saya maksud. Namun, dosa jariyah yang kita buat terhadap lingkungan. Mengapa dosa jariyah? Mari kita renungkan bersama.

Sebelum masuk ke pembahasan, alangkah baiknya kita mengenal terlebih dahulu yang disebut dengan dosa jariyah. Singkat kata, tak jauh berbeda dengan konsep amal jariyah yang pahalanya terus mengalir walau orang yang berbuat telah meninggal, maka dosa jariyah pun demikian.

Hanya saja, yang terus mengalir bukan pahala melainkan dosa. Selama dua puluh empat jam, coba sebutkan aktivitas mana yang tidak menghasilkan sampah? Hampir tidak ada. Bernapas pun manusia menghasilkan sampah berupa karbondioksida (CO2), yang termasuk bagian dari gas rumah kaca penyebab pemanasan global apabila tidak diolah dengan baik.

Beranjak dari bernapas menuju aktivitas lainnya. Sebuah lirik lagu yang sangat familiar: “Bangun tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi…. dst”. Ya benar, hal yang sering dilakukan manusia untuk membersihkan badannya, rupanya menjadi salah satu media dosa jariyah.

Alat mandi mulai dari kemasan hingga isinya mengandung plastik dan mikroplastik. Plastik sudah tak asing lagi merupakan sampah yang membutuhkan waktu puluhan tahun untuk menguraikannya. Sedangkan mikroplastik merupakan partikel dari plastik yang berukuran sangat kecil dan dapat mencemari lingkungan.

Tak jauh berbeda dengan plastik, penguraiannya pun membutuhkan waktu yang sangat lama. Sabun, detergen, facial wash merupakan beberapa contoh penghasil mikroplastik. Bahkan pakaian juga termasuk penghasil mikroplastik dari serat materialnya. Apabila mikroplastik ada di dalam tubuh manusia, maka dapat mengganggu keseimbangan hormon yang berperan mengatur sebagian besar organ dalam tubuh.

Selepas mandi lanjut makan. Selain kemasan makanan atau kemasan bahan untuk membuat makanan itu sendiri yang tidak ramah lingkungan, seperti kemasan dari bahan plastik atau bahan sekali pakai lainnya. Berapa sering kita membuang sisa makanan? Entah itu terpaksa maupun tidak.

Sisa makanan tidak hanya dihasilkan setelah manusia makan, namun sejak makanan itu diproduksi. Sepanjang mengolah makanan, mulai dari bahan makanan sampai pendistribusiannya tentu ada yang terbuang, baik karena proses pemilahan bahan, kerusakan saat pengemasan dan pemasaran di toko.

Sampah sisa makanan (food waste) termasuk sampah organik yang menghasilkan gas metana. Gas ini berasal dari proses pembusukan sisa makanan. Gas metana terdiri atas susunan hidrokarbon paling sederhana dengan rumus kimia CH4. Gas ini dapat menyebabkan efek rumah kaca yang nantinya akan memepercepat terjadinya perubahan iklim.

Isu tentang perubahan iklim (climate change), tentu masih menjadi bahan obrolan hangat di kalangan pemerhati lingkungan. Karena memang dampaknya mulai dirasakan oleh kalangan umat manusia.

Sebagai contoh, beberapa bencana alam yang diakibatkan oleh perubahan iklim anatara lain: kebakaran hutan yang asapnya tentu akan mengganggu banyak mobilitas manusia baik itu di darat maupun di udara, banjir bandang, kekeringan, dan masih banyak lagi.

Fenomena perubahan iklim ini erat kaitannya dengan salah satu aktivitas manusia: sisa makanan, seperti yang telah diuraikan diatas. Mengapa demikian? Gas metana yang tidak dikendalikan akan memicu terjadinya efek rumah kaca di atmosfer bumi. Hal ini yang kemudian menyebabkan suhu bumi naik dan terjadi pemanasan global. Pemanasan global inilah yang menjadi faktor besar perubahan iklim (climate change).

Masih banyak tentunya aktivitas yang dilakukan manusia dalam kesehariannya, yang mungkin tanpa ia sadari dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Sudah jelas bukan? Bagaimana manusia menjadi penyumbang dosa jariyah terbesar di muka bumi ini. Mulai ia bangun tidur hingga tidur lagi, memang begitulah adanya.

Manusia tidak bisa terlepas dari hal tersebut, maka yang dapat dilakukan adalah meminimalisir atau mengurangi dosa jariyah tersebut. Caranya mudah, mulai dari hal sederhana saja seperti: makan secukupnya dan menghabiskan makanan, menggunakan peralatan sehari-hari yang ramah lingkungan, mengurangi penggunaan kendaraan ber motor dengan cara jalan kaki, sedikit demi sedikit menerapkan pola hidup nol sampah atau zero waste, dan masih banyak lagi.

Manusia sebagai salah satu spesies makhluk yang hidup di muka bumi, ia memiliki dua tugas. Yakni sebagai ‘abd atau hamba yang harus menyembah Rabb-nya juga sebagai khalifah fil ardh atau pemimpin penjaga kelestarian bumi yang ia tempati.

Selama menjalankan tugasnya, baik sebagai khalifah maupun ‘abd (hamba) maka seorang muslim memiliki kewajiban untuk memerintah kebaikan (amar ma’ruf) dan mencegah kemungkaran (nahi munkar).

Menerapkan pola hidup sadar lingkungan dan membumikannya melalui cara apa pun, merupakan bagian dari amar ma’ruf yakni mengajak menjaga lingkungan dan nahi munkar yakni mencegah kerusakan lingkungan dan segala hal yang dapat memicunya yang berdampak buruk bagi manusia sendiri. Jadi, tunggu apalagi? Mari kurangi dosa jariyah dan berlomba-lomba ‘sadar lingkungan’.

 

 

*Bisa ditemui di: Ig: rriiff_a

Tinggalkan komentar