Kisah Cinta Suci Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah binti Rosulullah | Part 2

Selama tiga hari Ali berfikir keras, hingga akhirnya beliau memberanikan dirinya serta berkata dalam hatinya “engkau pemuda sejati wahai Ali!” untuk menguatkan hati nuraninya. Selama di perjalanan, Ali selalu berdoa untuk selalu menguatkan hatinya dan meyakinkan bahwa Allah maha Kaya. Setelah sampai di hadapan Rasulullah Saw, Ali mengutarakan keinginannya unutk melamar Fatimah dengan mahar seadanya. Rasulullah menjawab lamaran Ali dengan kata-kata “Ahlan Wa Sahlan!” bersamaan dengan senyum Rasulullsh Saw.

Baca Juga: Kisah Cinta Suci Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah binti Rosulullah

Dengan jawaban Rasulullah Saw, akhirnya Ali pulang dengan persaan bingung, “apa maksudnya?” kata Ali dalam hatinya. Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan dan penolakan. Tapi beliau siap untuk ditolak oleh Rasulullah, itu adalah resiko yang harus diterimanya.

Dalam perjalanan pulang, Ali ditnya oleh para Sahabat tentang lamarannya.
“Bagaimana tanggapan Rosulullah Wahai saudaraku?” tanya sahabat.
“Entahlah” jawab Ali.
“Apa maksudmu?” tanya Sahabat yang kebingungan.

Menurut kalian apakah “Ahlan Wa Sahlan” berarti sebuah jawaban?” tanya Ali bingung.

Baca Juga: Peta Gerakan Islam

Sahabat gembira dengan pertanyaan Ali tersebut dan berkata “Kata Ahlan berarti Iya dan Sahlan Berarti juga Iya. Berarti engkau mendapat dua kata Iya dalam lamaranmu, wahai saudaraku!”

“Selamat, wahai saudaraku! engkau akan menikahi Putri Rasulullah Saw yaitu Sayyidah Fatimah Ra”. Mendengar hal itu, Ali pun merasa bahagia yang tidak bisa ia bendung.

Akhirnya Ali menikahi Fatimah dengan menggadaikan baju besinya dan dengan rumah yang disumbangkan oleh para sahabatnya. Tapi Rasulullah bersikeras untuk membayar cicilan rumah Ali dan Fatimah, karena Rasulullah menganggap itu adalah hutang yang harus dibayarnya.

Baca Juga: Mengejar Harapan

Dalam satu riwayat dikisahkan bahwa setelah Ali dan Fatimah menikah, Fatimah berkata kepada Ali.

“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah jatuh cinta pada seorang pemuda” tegas Fatimah.
Ali pun terkejut dan berkata, “Kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? Siapakah pemuda itu?” tanya Ali.
Sambil tersenyum Fatimah berkata, “Karena pemuda itu adalah dirimu”
Sungguh indah hubungan tanpa pacaran, karena jodoh sudah ditentukan oleh yang maha kuasa.

Baca Juga: Sebuah Seni Memahami Perempuan

Hikmah dalam cerita ini, kita dapat mengambil pelajaran bahwa jodoh tidak mengenal harta dan tahta. Setiap cinta akan ada pengorbanan, tapi semua akan sirna dengan kekuatan untuk menghadapinya. Cinta yang haqiqi adalah cinta tanpa adanya maksiat dengan adanya pacaran. Karena pacaran adalah hal yang sia-sia serta melelahkan, jika memang ia jodohmu maka Allah akan mempersatukan kalian dengan cara baik tanpa ada pacaran.

Mahasiswa Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisni Islam UIN Sunan Ampel Surabaya.
Tinggal di kota Probolinggo.
Bisa dihubungi dan ditemui di
Instagram: @ryand7213, Twitter : @ryand_gaming, dan Email: ryandtix07@gmail.com

Tinggalkan komentar