Toleransi antar Umat Beragama

Apa sih Toleransi Itu?

Toleransi menurut bahasa berasal dari kata latin Tolerase yang bearti dengan sabar membiarkan sesuatu. Namun, menurut pengertiannya sendiri ialah suatu sikap manusia untuk saling menghargai dan menghormati satu sama lain, tidak melihat ras, warna kulit, agama dan identitas lain yang melekat. Di dalam paham toleransi, kita bisa hidup berasama dalam beragam perbedaan budaya, adat istiadat maupun agama yang dianut masing-masing manusia.

Penting Tidak Sih Toleransi Itu?

Jawabannya ya penting, bahkan sangat penting. Mengapa? Karena kita hidup di negara dan di lingkungan yang masyarakat dan penduduknya beragam, seperti negara kita indonesia ini. Bukan hanya perihal agama yang membuat kita heterogen, tetapi karena kita juga hidup di negara yang memiliki banyak suku, budaya, bahasa maupun adat istiadat yang cukup beragam. Sikap toleransi ini sangatlah penting dan dijunjung tinggi bahkan hingga masuk ke dalam hukum negara.

Lah dari sikap toleransi inilah salah satu kunci perdamaian bagi masyarakat dan seluruh umat beragama, baik di Indonesia sampai ke penjuru dunia sekalipun.

Sebuah contoh dari pengalaman saya sendiri. Teringat dulu, saya memiliki tetangga non muslim. Dulu pada saat momen lebaran, tetangga saya yang rumahnya tidak begitu jauh jaraknya dengan rumah saya, juga ikut antusias merayakan lebaran bersama masyarakat di kampung kami, dan juga pastinya dengan kelurga saya.

Tradisi kampung saya saat lebaran itu saling berbagi ketupat, bersamaan dengan lauknya, juga saling mengunjungi seraya silahturahmi dan juga saling bertutur salam dan maaf. Saat momen itu, tetanggaku yang non muslim pun juga ikut merayakan, bahkan ikut berkunjung dan juga tak lupa mengucapkan mohon maaf lahir dan batin. Dan juga sebaliknya, saat natal pun kami juga memberi bingkisan seraya membalas kebaikan serta menjaga tali persaudaraan.

Lalu Bagaimana Toleransi jika Dihubungkan dengan Aturan Agama?

Dalam hal ini memang terjadi beberapa perbedaan pendapat. Menurut pandangan para ulama, yang dikutip dari fatwa dalam islamonline.net pada 12 januari 2008, mengucapkan selamat pada non muslim, berkenaan dengan pernyataan sosial dan agama mereka seperti natal nabi Isa dan tahun baru masehi itu boleh. “Hal itu masuk dalam kategori baik dan melunakkan hati”.
Sumber: https://mediaindonesia.com/humaniora/371638/perbedaan-pendapat-para-ulama-tentang-ucapan-selamat-natal

Dan menurut ulama Habib Umar bin Hafidz (lahir 1963 M) ialah ulama mazhab Syafi’i kharismatik dan pendiri pesantren Darul Mustafa Tarim, Yaman. Ia berkata bahwa ucapan tersebut boleh selama tak disertai pengakuan (ikrar) terhadap hal-hal yang bertentangan dengan pokok akidah Islam, seperti klaim Isa anak Tuhan dan keikutsertaan dalam kemaksiatan. Kebolehan ini, tutur Habib Umar, karena memuliakan para utusan Allah, termasuk nabi Isa, di antara hal yang pasti diakui dalam Islam.
Sumber: https://mediaindonesia.com/humaniora/371638/perbedaan-pendapat-para-ulama-tentang-ucapan-selamat-natal

Namun ada beberapa ulama yang tidak sependapat dan setuju. Dikutip dari Mediaindonesia.com, mayoritas ulama salaf dari madzhab empat yaitu Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hanbali mengharamkan ucapan selamat pada hari raya non muslim.

Di sini kami ambil kutipan dari ulama bermazhab Syafii yaitu Ibnu Hajar Al-Haitami. Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Al-Fatawa Al-Fiqhiyah halaman 4/238-239 menyatakan, “Aku melihat sebagian ulama muta’akhirin menuturkan pendapat yang sama denganku, lalu ia berkata: Termasuk dari bid’ah terburuk adalah persetujuan muslim pada Nasrani pada hari raya mereka dengan menyerupai dengan makanan dan hadiah dan menerima hadiah pada hari itu.

Kebanyakan orang yang melakukan itu adalah kalangan orang Mesir. Nabi bersabda, ‘Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari mereka.’ Ibnu Al-Haj berkata: Tidak halal bagi muslim menjual sesuatu pada orang Nasrani untuk kemaslahatan hari rayanya, baik berupa daging, kulit, maupun baju. Hendaknya tidak meminjamkan sesuatu walaupun berupa kendaraan karena itu menolong kekufuran mereka. Dan bagi pemerintah hendaknya mencegah umat Islam atas hal itu. Salah satunya adalah perayaan Niruz (Hari Baru)… dan wajib melarang umat Islam menampakkan diri pada hari raya nonmuslim.”
Sumber: https://mediaindonesia.com/humaniora/371638/perbedaan-pendapat-para-ulama-tentang-ucapan-selamat-natal

Candaan kalong, Tembakau di tanah surga, Jiwa, dan Untukmu Yang Terhormat

Jika dihubungkan dengan pengalaman saya tadi, menurut saya, selama hal yang kami perbuat tidak menjadi larangan agama, menurut saya hal itu menjadi sah-sah saja. Karena di sini niat kami hanya untuk silahturahmi, dan mempertahankan keharmonisan dalam lingkungan masyarakat di kampung saya.

Sama seperti Rasullulah dulu mengajari umat Islam dan memberikan gambaran contoh saat Rasul memberikan baju perangnya digadaikan ke kaum Yahudi. Dari contoh tersebut terbukti bahwa, Rasulullah menjalin hubungan yang harmonis dengan umat agama lain, yang berbeda keyakinan di kota Madinah.

Nah, di sini saya mulai bisa memahami bahwasannya toleransi itu sangat penting. Selain saya bisa menjaga ikatan silahturahmi dan tali persaudaraan, saya juga bisa belajar bagaimana cara kita bisa menghargai orang lain.

Sekian.

Mahasiswa Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisni Islam UIN Sunan Ampel Surabaya.
Tinggal di Surabaya.
Bisa dihubungi dan ditemui di
Whatsap : 087810222084 dan Email: [email protected]

Tinggalkan komentar